Apakah benar dunia ini dicipta ? Bagaimana kalau sebenarnya dunia ini TIDAK di cipta ? atau kita ini cukup takut untuk disebut kafir dengan meragukan Tuhan. Bagaimana dengan pertanyaan Bagaimana Tuhan mencipta atau mungkin apa tujuan Tuhan mencipta ?
Pertanyaan di atas mungkin sesekali lewat di benak kita, melintas mencoba untuk menyentil sisi sensitive pemikiran kita, agar kita bias sedikit “nakal” dalam berpikir. Yah kali ini kita coba untuk kembali bicara Tentang Tuhan. Dan kembali pula saya bahasakan, bahwa kita bukan mencoba untuk sombong, tapi hanya sedikit mencoba berbagi, berdiskusi, berdialog, atau apalah namanya yang penting pengetahuan kita bias sedikit bertambah.
Pada pembahasan kali ini kita nafikan dulu pemikiran tentang ada atau tidaknya Tuhan. Kita asumsikan saja bahwa Dia ada dan selalu ada. Mungkin nanti akan ada saatnya kita coba membuktikan adanya Tuhan, tapi bukan sekarang, sekarang kita bicara dulu tentang sifat Maha Pencipta-Nya.
Apa sih tujuan dari penciptaan ? Mungkin ini bias menjadi pertanyaan pertama dalam pembahasan kali ini. Kenapa ? ya, karena Tuhan tidak mungkin mencipta tanpa tujuan. Karena jika Tuhan mencipta tanpa tujuan maka ada 3 kemungkinan, Pertama, Tuhan mungkin saja khilaf dalam penciptaan-Nya. Kedua, Tuhan mencipta dengan sia-sia, sementara Tuhan mustahil untuk melakukan hal yang sia-sia, karena Tuhan Maha Sempurna. Kemungkinan yang ketiga, Tuhan tidak sadar sewaktu mencipta, hal ini jelas tidak mungkin dikarenakan Tuhan tidak mungkin tidak sadar. Tuhan Maha Sadar. Maka mustahil Tuhan mencipta karena Ketidaksadaran-Nya. Jadi ketiga kemungkinan di atas telah gugur sehingga mustahil Tuhan mencipta tanpa tujuan. Pastilah Dia mempunyai tujuan dalam mencipta.
Yang jadi masalah kemudian, adalah apa tujuan penciptaan makhluk itu ? karena ketika berbicara mengenai tujuan pastilah berhubungan dengan sesuatu yang hendak di capai. Nah berarti ada yang hebdak di capai oleh Tuhan dalam proses penciptaannya. Nah-lagi-jikalau masih ada yang hendak di capai oleh Tuhan, berarti Tuhan belum sempurna dikarenakan masih adanya sesuatu yang ingin dicapai dengan melakukan penciptaan.
Mungkinkah Tuhan belum sempurna ? Hati kita pastilah menentang hal itu. Mustahil Tuhan belum sempurna, lalu kalau kita mencoba untuk kembali pada persoalan sebelumnya, mengenai tujuan penciptaan, apa yang bias kita pikirkan ? (coba untuk renungkan sejenak !).
Setelah mencoba untuk merenungkannya sejenak, kita kembali lagi. Kenapa bias hal ini menjadi sangat rumit ? Hal itu terjadi karena penafsiran kita atas kata tujuan itu yang cenderung kembali kepada diri sendiri. Padahal tujuan itu terbagi atas dua. Yang pertama, tujuan yang kembali pada diri sendiri, misalnya kita minum untuk menghilangkan rasa dahaga kita. Sementara yang kedua, tujuan yang kembali kepada orang lain. Misalnya seorang dokter yang memberikan obat kepada pasiennya. Tujuan pemberian obat itu bukan untuk kebaikan dokter itu, tetapi untuk kebaikan pasiennya-terlepas dari bayaran yang diberikan pasien kepada dokter tersebut.
Kira-kira seperti itu pulalah tujuan Tuhan melakukan penciptaan. Bukan karena Tuhan membutuhkan sesuatu dari makhluk-Nya, tetapi makhluk-Nya-lah yang membutuhkan. Karena itu Tuhan tetaplah Maha Sempurna, mustahil belum sempurna.
Setelah tujuan penciptaan, kita berlanjut pada hal kedua. Bagaimana Tuhan melakukan penciptaan, apakah ada jeda antara Tuhan dan ciptaan-Nya ?
Jika jawabannya adalah iya, bahwa ada jeda antara Tuhan dan ciptaan-Nya, maka berarti ada saat dimana Tuhan tidak menjadi Tuhan karena pada saat itu Ia belum mencipta. Sementara kita tahu bahwa salah satu sifat Tuhan dan nama Tuhan adalah Maha Pencipta.
Tapi sebelum kita menjawab hal itu, kita harus paham dulu mengenai proses atau hukum kausalitas. Hukum kausalitas adalah hukum sebab-akibat dimana untuk menentukan sebab dan akibat ialah berdasarkan hokum ketergantungan, dan bukannya pada siapa yang lebih dahulu hadir. Maksudnya, siapa atau apa yang bergantung pada siapa, bukan siapa atau apa yang lebih dahulu dan mendahului apa. Misalnya, air mendidih dan suhu 100°C, disini kita bisa melihat bahwa air mendidih adalah akibat dari suhu 100°C pada air. Bukan karena suhu 100°C lebih dahulu hadir baru kemudian air mendidih. Karena hadirnya bersamaan tetapi karena air mendidih bergantung pada suhu 100°C dimana air hanya bisa mendidih jika telah berada pada suhu 100°C.
Begitu pula dengan Tuhan dan ciptaan-Nya yang hadir bersamaan, identik, dan juga abadi. Yang membedakan hanyalah ciptaan membutuhkan Tuhan untuk bisa mengada (eksist). Ciptaan ini kemudian juga mencipta, kemudian ciptaan kedua, menciptakan ciptaan ketiga, dan seterusnya hingga ciptaan terendah yaitu Ruang dan Waktu yang biasa kita sebut alam materi.
Sehingga mustahil ada jeda waktu andata Tuhan dan ciptaan-Nya jika waktu sendiri merupakan ciptaan terendah. Barulah kemudian di alam materi setiap proses penciptaan membutuhkan jeda waktu karena materi terikat oleh ruang dan waktu.
Proses menciptanya pun, itu bukan dalam pengertian bahwa Tuhan mencipta segalanya, tetapi berjenjang dimana Tuhan menciptakan ciptaan pertama, lalu ciptaan pertama menciptakan ciptaan kedua, dan begitu seterusnya sesuai dengan hokum kausalitas bahwa satu sebab hanya melahirkan satu akibat.
Lalu mengapa biasanya kita mendengar bahwa Tuhan adalah pencipta segalanya, apakah hal ini salah?
Hal itu juga tidaklah sepenuhnya salah, karena dalam salah satu prinsip hokum kausalitas menyebutkan bahwa akibat dari sebuah akibat adalah akibat pula bagi sebabnya, jadi secara tidak langsung Tuhan telah menjadi sebab bagi semua akibat.
Akhirnya kita bisa mengatakan bahwa segala sesuatu memang diciptakan oleh Tuhan dan sekaligus juga mengatakan bahwa segala sesuatu pasti kembali kepada-Nya. Mengenai hal ini akan coba di bahas pada bagian selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar