Apalah arti sebuah nama?
Ungkapan yang sangat terkenal yang
sering dikutip, yang berasal dari dialog dalam adegan romeo and Juliet karya
Shakespeare.
Meski disisi lain ada juga yang
mengatakan bahwa nama adalah doa. Mungkin bagi seseorang seperti itulah
keadaannya. Nama adalah doa orang tua kepada anaknya, tetapi jika melihat dari
sisi yang lain, maka nama tak lebih dari sekedar sebutan yang menjadi penanda.
Bukan sesuatu yang hakiki. Bukan sesuatu yang substansial.
Seseorang dengan nama yang penuh
dengan nuansa religious, belum tentu menjadi seseorang dengan sikap yang
religious pula. Bahkan dalam tesis yang dikeluarkan oleh Ferdinand de Saussure
menyebutkan bahwa nama adalah sebuah kesemenaan mutlak dari pemberi nama.
Sebuah bentuk arbitrasi yang dilakukan oleh pemberi nama terhadap objek yang
diberi nama.
Nama hanyalah sebutan agar sesuatu
atau seseorang dapat diidentifikasi sebagai dirinya dengan tanda-tanda
tersebut. Nama bukanlah kedirian orang tersebut. Mawar akan tetap memiliki
sifat mawar meskipun diberi nama yang lain. Pun demikian dengan matahari yang
akan tetap memiliki sifat kematahariannya meski diberi nama dengan sebutan yang
lain. Demikian menurut pendapat Ferdinand de Saussure.
Tetapi pendapat ini ditentang oleh
para pemikir poststrukturalis yang mengatakan bahwa dalam memberikan sebutan
atau nama pada sesuatu atau seseorang, maka sebutan atau nama tersebut tentunya
tidak terlepas dari pengaruh pengetahuan dan ideology yang dianut oleh sang
pemberi nama. Hal ini berkaitan dengan sangat erat dan dengan demikian maka
asumsi arbitrer pada pemberian nama atau sebutan kemudian menjadi gugur.
Sebuah nama atau sebuah sebutan,
pastilah memiliki keterkaitan erat dengan pengetahuan dan ideology dari sang
pemberi nama. Sehingga dengan demikian, maka dapatlah menjadi penanda bukan
hanya bagi yang diberi nama melainkan juga kepada pemberi nama.
Demikianlah nama dalam pembahasan
filsafat bahasa (strukturalisme dan poststrukturalisme). Yang kemudian dalam
pembahasa lebih mendalam pada filsafat eksistensialisme, dalam perspektif
Soreen Abyee Kierkegaard dan Jean Paul Sartre, menyebutkan bahwa nama bukanlah
penanda eksistensi kedirian seseorang atau sesuatu. Melainkan bahwa nama adalah
esensi yang merupakan efek lanjutan dari keberadaannya sendiri.
Seseorang diberi nama karena dia ada,
bukan karena ada namanyalah yang menyebabkan seseorang itu ada. Demikian secara
sederhana dijelaskan oleh mereka pemikir eksistensialis. Meskipun pendapa ini
juga mendapat sanggahan dari para pemikir esensialis yang berendapat berbeda.
Menurut kaum esensialis, bahwa pada
benda atau hewan dan tumbuhan mungkin saja pendapat kaum eksistensialis benar,
tetapi pada manusia, kondisinya menjadi berbeda. Karena menurut kaum
esensialis, manusia adalah makhluk yang esensinya mendahului eksistensinya.
Kesadaran akan keberadaan itu hadir sebagai efek lanjutan dari segala hal yang
sifatnya esensial pada diri kita. Bukan sebaliknya.
Apakah nama anda cukup berarti buat
anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar