Kamis, 15 Juli 2010

BENARKAH TUHAN ITU ADA?

Pertanyaan yang sekaligus menjadi judul bagi tulisan ini adalah sebuah pertanyaan yang menjadi dasar bagi paradigm kemanusiaan kita. Terpengaruh oleh paradigm kita, dan kemudian menjadi dasar bagi keberagamaan kita. Bagi seorang muslim, pertanyaan ini adalah sebuah pertanyaan yang tentunya akan sangat sulit terjawab jika kita menjadi seorang muslim dengan paradigm materialis. Mengapa, karena kita mengetahui bahwa dalam paradigm materialis, hanya sesuatu yang terinderai saja yang akan diangaap sebagai sebuah keberadaan. Sementara dalam islam, secara nyata telah disebutkan bahwa Tuhan mustahil untuk terinderai, mengingat bahwa Tuhan adalah sesuatu yang nonmaterial. Pertanyaan ini juga sekaligus menjadi dasar bagi kebertauhidan kita.

Nah, benarkah bahwa Tuhan itu memang ada? Jika benar adanya, apa yang menjadi bukti bag keberadaan Tuhan itu sendiri? Terkadang dalam menghadapi pertanyaan diatas, kita secara sederhana akan menjawab dengan sebuah pertanyaan yang berdasarkan prinsip kausalitas sederhana. Tuhan ada karena kita melihat bahwa alam semesta ini ada dan teratur sebagai bukti bagi keberadaan Tuhan. Tetapi sayangnya, karena jawaban tersebut sedikit lemah. Dimana titik lemahnya? Jawaban tersebut akan melahirkan argument yang berputar-putar. Apa bukti bahwa Tuhan itu ada? Karena ada dunia ini, dan dunia ini begitu teratur, pastilah dunia ini diciptakan oleh sesuatu yang Maha Hebat. Tetapi apakah itu sudah membuktikan kalau Tuhan ada? Menurut saya belum, mengapa? Karena jawaban itu tidak menjawab pertanyaan pertama tetapi malah hanya akan melahirkan pertanyaan selanjutnya. Misalnya saja benar bahwa bumi ini tercipta oleh sesuatu selain dirinya, lalu apa bukti bahwa Tuhan yang telah mencitakan bumi ini? Dan jika bumi ini ternyata ada dengan sendirinya bagaimana? Dan begitulah seterusnya, perdebatan akan menjadi sangat panjang dan tidak berkesudahan. Dan hasilnya, bukannya malah mendapatkan kebenaran, tetapi menjadi sebuah debat kusir tak berujung.a

Dengan melihat kondisi diatas, maka mutlak diperlukan sebuah argument yang logis dan rasional untuk menjelaskan dan membuktikan tentang keberadaan Tuhan.

Namun sebelum berbicara terlalu jauh dalam pembicaraan tentang pembuktian Tuhan, perlu terlebih dahulu kita masuk dalam pembicaraan tentang logika sebagai dasar argument kita. Kebenaran dalam defenisi logika adalah kesesuaian antara ide (realitas objektif internal) dengan kenyataan (realitas objektif eksternal). Ini lah defenisi kebenaran dalam perspektif logika. Nah selanjutnya, untuk memahami kebenaran itu, ide dalam memahami realitas, ide akan memahami dua hal dari realitas. Yang pertama, esensi dari realitas tersebut. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah ke-apa-an dari sesuatu. Dan yang kedua,adalah eksistensi dari sesuatu tersebut, atau keberadaan sesuatu.

Dalam pemahaman tentang esensi, yang terpahami adalah ke-apa-an sesuatu misalnya warna dari sesuatu itu, teksturnya, rasanya, penyusunnya, dan segala hal lainnya yang menyangkut tentang ke-apa-annya. Esensi terjelaskan dalam dua hal yaitu substansi dan aksidennya. Substansi adalah sesuatu yang menyusun sesuatu sehingga sesuatu itu disebut sesuatu itu sendiri, misalnya air yang tersusun dari dua atom hydrogen dan satu atom oksigen. Sementara aksiden dari sesuatu itu adalah apa yang Nampak dari sesuatu itu sendiri, misalnya air yang berwarna bening, rasanya tawar, dan ciri fisik air lainnya.

Pada wilayah eksistensinya, dimana ide memahami keberadaan sesuatu. Ide memahami tiga hal tentang keberadaan. Pertama, mustahil ada. Mustahil ada, adalah pemahaman ide tentang ketiadaan. Dimana ide memahami bahwa keberadaan sesuatu itu mustahil adanya. Mengenai mustahil adanya sesuatu ini akan lebih mudah dipahami dengan contoh. Misalnya pemahaman ide tentang kemustahilan adanya api yang dingin dan tidak membakar. Atau pemahaman ide tentang kemustahilan adanya segitiga yang bersisi empat. hal kedua yang dipahami oleh ide tentang keberadaan adalah pemahaman tentang mungkin ada. Mungkin ada, adalah pemahaman yang diperoleh ide tentang sesuatu yang keberadaannya bersifat mungkin. Misalnya pemahaman tentang anak saya nantinya yang masih bersifat mungkin karena saya belum menikah. Anak saya belum ada tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk mengada. Sehingga pemahaman tentang anak saya tersebut bersifat mungkin ada. Contoh lainnya misalnya orang bermata empat. orang bermata empat bukanlah sebuah kemustahilan untuk mengada, orang bermata empat mungkin saja ada. Hanya saja kita belum pernah menemukannya. Ketiga, pemahaman ide tentang pasti ada. Ide memahami tentang sesuatu yang pasti adanya. Baik itu yang terinderai maupun yang tidak terinderai. Sesuatu yang bukan hanya hadir dialam ide tetapi mewujud direalitas diluar ide itu sendiri.

Demikianlah secara sederhana bagaimana ide memahami realitas dalam menemukan kebenarannya. Lebih lanjut kemudian, kita―setiap individu―secara hakiki berawal dari sesuatu yang bersifat mungkin ada. Keberadaan kita adalah keberadaan yang terberi dari sesuatu yang telah pasti ada sebelumnya. Sebab keberadaan kita yang telah pasti adanya itulah yang disebut sebagai orang tua kita. Orang tua kita pun juga secara hakiki berawal dari sesuatu yang bersifat mungkin adanya. Yang kemudian diberikan keberadaan oleh sebab mereka, yaitu, orang tua mereka. Begitu seterusnya hingga akan terhenti pada satu titik dimana ada sebuah keberadaan yangtidak diadakan lagi atau sesuatu yang ada karena diri sendiri. Sementara kita yang sejatinya berawala dari mungkin ada, adalah keberadaan yang berasal dari yang lain, atau pasti ada karena yang lain. Pasti ada kerna diri sendiri inilah yang kemudian dalam filsafat disebut sebagai causa prima. Atau secara sederhana disebut sebagai ADA. Ada adalah sebab awal dari keberadaan-keberadaan yang lain. Ada tidak diadakan sebelumnya.

Pembuktian logis tentang Ada sebagai sebab awal secara sederhana dapat dibahasakan sebagai berikut. ADA adalah sebab awal yang tidak diadakan sebelumnya. Seandainya ADA diadakan, maka pastilah yang mengadakan ADA ini adalah sesuatu selain dirinya sendiri. Sementara sesuatu selain ADA hanyalah KETIADAAN. Sehingga mustahillah KETIADAAN yang akan mengadakan ADA. Mengapa hal ini mustahil, Karena ketiadaan untuk mengadakan dirinya sendiri pun tidak bisa. Apalagi mengadakan yang lain. Sementara jika ADA yang mengadakan ADA, lalu apa beda antara ADA dengan ADA. Tentu saja jawabannya tidak berbeda. Sehingga terbuktilah bahwa ADA itu tidak diciptakan.

Lain daripada itu, ADA memiliki beberapa ciri lain. Saya hanya akan menyebut dan menjelaskan beberapa ciri saja. Tunggal, salah satu ciri lain dari ADA yaitu tunggal. Dalam pembuktiannya, kita dapat menjelaskan secara sederhana, bahwa yang ADA itu hanya ADA dan ADA itu tunggal. Mengapa? Karena selain ada tidak adalagi. Tidak terbatas, tidak terbatas menjadi ciri lain dari ADA. Dalam hal ini, kita dapa menyebutnya demikina karena tidak ada yang membatasi ADA. Jika ada yang membatasi ADA, maka yang membatasinya pastilah sesuatu selain dirinya. Dan sesuatu selain ADA itu tidak ada. Sehingga jelaslah bahwa ADA itu tidak terbatas karena tak ada yang mampu membatasinya. Ghaib sekaligus nyata, ciri ini terjelaskan dalam argument bahwa secara jelas kita tak pernah mampu menginderai ADA. ADA berada dibalik setiap sesuatu.kita tak mampu menginderai ADA, tetapi pemahaman kita secara tegas menyatakan bahwa ADA bukanlah sebuah ketiadaan. Tidak berawal dan tidak berakhir, mengenai ciri yang satu ini, argument penjelasnya adalah bahwa jika ada sesuatu yang mengawali keberadaan ADA maka pastilah yang mengawali keberadaan tersebut adalah sesuatu yang lain selain ADA, sementara kita mengetahui bahwa tidak ada sesuatu selain ADA. Begitu pula argument tentang ketidakberakhiran ADA.

Dengan pembuktian sederhana melalui argument logika diatas, maka kita dapat mengatakan bahwa ADA yang dijelaskan ini adalah Tuhan. Atau yang dalam agama islam, disebut sebagai ALLAH SWT. Mengapa demikian? Karena dalam penjelasan diatas tadi yang kemudian kita sesuaikan dengan argument qurani—silahkan lihat QS,111:1-4, maka hanya ALLAH SWT lah yang sesuai dengan ciri tersebut diatas.

Demikian pembahasan dan pembuktian akan keberadaan Tuhan dengan menggunakan argument logika sederhana yang saya pahami. Semoga bermanfaat atau paling tidak menjadi sebuah bahan diskusi ilmiah tentang pembicaraan tentang agama kita. Mengapa saya tidak banyak menggunakan argument qurani, penjelasan saya, karena argument qurani adalah hasil penafsiran kita terhadap bahasa quran, dan setiap orang akan memiliki penafsiran yang berbeda terhadap quran. Sehingga dibutuhkan sebuah argument yang logis terlebih dahulu, baru kemudian menyesuaikan dengan argument qurani.

Sekian dari saya…wallahualam bishawab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar