Kamis, 19 Agustus 2010

Redenominasi mata uang


hai-hai.datang ka lagi..

saat ini akan sedikit ilmiah dan berbasis pada keilmuan saya. Belakangan ini cukup santer tersiar kabar
tentang pemotongan nilai nominal mata uang rupiah..nilai mata uang kita yang pada awalnya senilai
Rp, 1000.- akan berkurang menjadi Rp, 1.- dalam artian bahwa semua uang akan dipotong tiga angka
nol dibelakangnya.

Keputusan ini tak syak lagi menghadirkan begitu banyak pro dan kontra dikalangan masyarakat kita.
Ada yang mendukungnya, namun ada juga yang menolaknya. Nah kali ini kita akan membincangkan
mengenai hal ini lebih jauh. Bagaimana melihat hal ini sebenarnya dalam perspektif ekonomi.
Sebelumnya saya akan membahas dua hal yang tampak sama tetapi sering menimbulkan kesalahan
persepsi di masyarakat kita sekaitan dengan keputusan ini.

Pertama, redenominasi adalah sebuah simplifikasi nominal mata uang rupiah. Dimana dengan
simplifikasi ini, maka nilai nominal mata uang kita akan terpotong tetapi nilai intrinsiknya tetap. Ketika
uang senilai Rp, 100.000.- terpotong nilai nominalnya menjadi Rp, 100.- hal ini bukan berarti daya beli
uang Rp, 100.- tersebut pun terpotong. Tetapi dengan uang Rp, 100.- tersebut kita tetap dapat
menggunakannya untuk berbelanja senilai Rp, 100.000.-. karena pemotongan nilai nominal tersebut
juga seiring dengan pemotongan nilai nominal harga. Hal ini berbeda dengan Sannering.

Kedua, Sannering adalah pemotongan nilai mata uang yang tidak diringi dengan pemotongan nilai
harga. Kebijakan ini pernah dilakukan pada masa orde lama dulu. Mungkin kita masih ingat dengan
kebijakan Gunting Syafruddin. Dimana nilai mata uang dipotong setengahnya sementara harga barang
tetap.

Syarat bagi pelaksanaan redenominasi pun harus dilaksanakan pada saat kondisi perekonomian stabil
dimana tingkat inflasi dalam kondisi yang terjaga. Selain itu, untuk melaksanakannya pun pemerintah
perlu mempersiapkan kondisi transisi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat siap menerima
kondisi tersebut. Dan bukan menjadi sebuah kejadian yang serta-merta.

Sebenarnya redenominasi di Indonesia bukanlah redenominasi pertama di dunia. Sebelum itu telah ada
beberapa negara yang melakukan redenominasi. Ada yang berhasil, adapula yang gagal dalam
melaksanakan proses redenominasi tersebut. Sebutlah Turki sebagai salah satu contoh bagi
keberhasilan proses redenominasi.

Setelah persiapan tujuh tahun, mulai 1 Januari 2005, pada awal tahun anggaran, Turki melakukan
redenominasi terhadap lira. Redenominasi dilakukan di awal tahun anggaran dengan tujuan agar semua
catatan pembukuan keuangan negara dan perusahaan langsung menggunakan mata uang baru dengan
angka nominal yang lebih kecil.

Setelah redenominasi, semua mata uang lama dikonversikan ke mata uang baru. Jika nama mata uang
lama adalah lira Turki dengan simbol TL, maka mata uang baru diberi kode YTL yang artinya uang
baru lira Turki. Huruf Y adalah singkatan dari yeni dalam bahasa Turki, yang artinya 'baru'.
Kurs konversi adalah 1 YTL untuk 1.000.000 TL. Turki menghilangkan enam angka nol. Mata uang
kertas lama TL memiliki angka nominal tertinggi, yaitu 20.000.000 TL, dan pada 1 Januari 2005
menjadi 20 YTL.

Setelah redenominasi, Turki memiliki mata uang kertas baru, yakni 1 YTL (menggantikan 1.000.000
TL), dan 5 YTL, 10 YTL, 20 YTL, 50 YTL, dan 100 YTL. Turki memiliki uang kertas lama dengan nilai paling rendah 50.000 TL. Setelah 1 Januari menjadi 0,050 YTL alias 5 sen (5 YKr). Untuk mengakomodasi ini, Pemerintah Turki juga mengeluarkan uang logam pecahan, yaitu 1 YKr, 5 YKr, 10 YKr, 25 YKr, dan 50 Ykr. YKr adalah singkatan dari yeni kurus atau sen baru dalam wujud koin. Sebanyak 100 YKr setara dengan 1 YTL. Selain mengeluarkan mata uang keras 1 YTL, Turki juga mengeluarkan pecahan baru dalam bentuk koin setara 1 TRL yang nilainya setara dengan 100 Ykr.

Turki melakukan redenominasi lewat beberapa tahap. Tahap pertama, mata uang TL dan YTL tetap
beredar secara simultan selama setahun. Setelah setahun, mata uang TL akan ditarik. Waktu setahun ini
bertujuan agar warga memiliki waktu leluasa menggantikan TL ke YTL. Pada tahap kedua, seperti di
banyak negara, setelah beberapa tahun, mata uang YTL dikembalikan menjadi TL. Dengan kata lain,
penggunaan TL dengan angka nominal baru dipulihkan.

Untuk membantu pengenalan mata uang baru dan untuk menghindari kebingungan dalam proses
penggunaan YTL dari TL, dua mata uang dengan daya beli serupa itu dicetak dalam warna dan desain
serupa. Misalnya, desain dan warga mata uang 1 YTL sama dengan 1.000.000 TL. Syarat sukses
redenominasi Turki, sebelumnya Polandia dengan zloty, adalah keharusan negara pelaku redenominasi
melakukan stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam 85 tahun terakhir, ada 50 negara yang melakukan redenominasi. Negara pertama adalah Jerman
pada tahun 1923 karena hiperinflasi dengan mengurangi 12 angka nol. Korea Utara pada akhir tahun
2009 melakukan redenominasi dengan menjadi 100 won menjadi 1 won. Namun, saat warga hendak
menggantikan uang lama won ke uang baru, stok uang baru tidak ada. Proses redenominasi juga tk
berhasil dilakukan di beberapa negara, antara lain, Zimbabwe, Brasil, Argentina, Rusia, dan Ghana
gagal dalam melakukan redenominasi karena kegagalan mengendalikan inflasi dan tak mampu
mendorong pertumbuhan. Di Rusia, redenominasi bahkan dianggap sebagai instrumen tak langsung
pemerintah merampok kekayaan rakyat.

Demikianlah secara singkat penjelasan saya tentang redenominasi rupiah yang akan terjadi di
Indonesia, apakah teman-teman akan menyepakatinya ataukah menolaknya itu menjadi pilihan bagi
teman-teman.

3 komentar:

  1. kanda...klo mengenai dampak negatif dan positif nya bagaimana??
    trus tujuan sebenarnya dari proser redenominasi ini apa yah??hehehhe..maklum nda pernah nonton tipi :P (worship)

    BalasHapus
  2. @rifki pada masalah dampak, secara umum kalau proses redenominasi berhasil, maka dampak positifnya akan sangat banyak bagi perekonomian..salah satunya itu reset inflasi..

    hanya saja..dalam proses redenominasi, akan membutuhkan biaya yang sangat besar..dan hal ini perlu kesiapan dari pemerintah mengenai dana percetakan uang baru dan untuk itu membutuhkan dana yang tidak sedikit..jika gagal, maka perekonomian akan mengalami sebuah kekacauan..

    BalasHapus
  3. saya melihat ada dua isu besar yang kemungkinan sangat berkaitan, yaitu Redenominasi Rupiah dan Pemindahan Ibukota negara ke Palangkaraya..

    Ada issue yang beredar kalau Es-Beye akan digulingkan di 2012 sehingga untuk meminimalisir mobilisasi aktivis maka Palangkaraya adalah lokasi yang sangat strategis, tempatnya di tengah2 Indonesia dan Aktivis2 sulit menjangkau karena membutuhkan biaya yang banyak untuk mobilisasi. Isu penggullingan ini beredar karena diprediksi bahwa 2-3tahun mendatang krisis tidak akan bisa diantisipasi oleh BI dan Menkeu. Terkait dengan redenominasi, kepentingannya adalah untuk memberikan efek psikologis bahwa krisis tidak terlalu terasa karena nilai nominal rupiah diturunkan sehingga rakyat tidak akan terlalu merasakan dampak krisis.

    Yach kira2 seperti itu.
    Wallahul Alam Bissawab

    BalasHapus