Kamis, 19 Agustus 2010

Mengasihani Iblis

mudah-mudahan saya tidak dituduh yang bukan-bukan jika teman-teman membaca judul tulisan saya
kali ini. Hanya sebuah introspeksi diri sambil menunggu waktu imsak sehingga saya kemudian
membuka laptop saya dan menuliskan rangkaian kata-kata ini.

Pernah mendengar kata iblis? Saya yakin semua orang pernah mendengar kata tersebut. Iblis adalah
sosok pengkhianat. Sosok yang menolak patuh pada Tuhan sehingga dia dihukum untuk menjalani
hidup di neraka dan kekal abadi didalamnya. Begitulah sepenggal kisah tentang iblis yang saya baca
dari sebuah kitab suci. Lalu sang iblis kemudian meminta kepada Tuhan untuk ditangguhkan umurnya
hingga kiamat nanti. Dan akan menggoda manusia sepanjang hidupnya agar menemaninya di neraka
nanti.

Dan kemudian jadilah iblis sang penggoda. Sosok yang akan selalu menjerumuskan manusia kedalam
liang kesalahan dan lumpur dosa. Lalu entah mengapa, tiba-tiba saja saya merasa kasihan kepada iblis.
Bukan karena pembangkangan yang dilakukannya kepada sang Penciptanya tetapi karena dirinya
kemudian menjadi kambing hitam dari semua kesalahan yang dilakukan manusia.

Saat pertama kali seseorang melakukan sebuah kesalahan berkaitan dengan Agama, maka Iblis-lah
sosok pertama yang kemudian ditunjuk sebagai penyebabnya. Tak jarang kita mendengar ungkapan
kutukan terhadap iblis karena kebodohan yang sebenarnya dilakukan oleh manusia itu sendiri. Tidak
shalatnya kita, tidak puasanya kita di bulan ramadhan, dan beberapa kesalahan lainnya, tak jarang
kesalahan tersebut kita limpahkan kepada sosok Iblis.

Apakah benar jika iblis itu tidak ada, maka kita pun akan terlepas dari kesalahan-kesalahan? Dan
apakah benar bahwa kesalahan-kesalahan kita itu semua karena iblis semata-mata? Saya yakin tidak
seperti itu. Tidak adanya iblis pun tidak menutup kemungkinan dari terbebasnya kita dari kesalahan-
kesalahan. Sebagaimana dengan adanya iblislah maka semua kesalahan-kesalahan kita terjadi.
Bukankah kita juga diberikan akal, bukankah kita juga diberikan pilihan. Sehingga dengannya kita
dapat menentukan pilihan-pilihan kita. Lalu mengapa masih saja kita melimpahkan kesalahan kita pada
sosok Iblis itu yang sejak awal hanya meminta ijin untuk menggoda? Bukankah kita dengan akal kita
juga mampu untuk melawan hal tersebut dengan tidak mengikuti godaan Iblis.

Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk tak lagi membiasakan diri kita melimpahkan kesalahan-
kesalahan yang telah kita perbuat kepada sosok Iblis. Sudah saatnya untuk tidak lagi mengkambing
hitamkan Iblis dari kesalahan-kesalahan yang lahir dari pilihan kita sendiri. Toh pilihan-pilihan kita
pun adalah hasil dari akal kita. Terlepas bahwa ada campur tangan Iblis didalamnya tetapi campur
tangan itu juga tak sebesar kemampuan kita untuk menentukan pilihan kita sendiri.

Waallahu alam bi shawab..

2 komentar:

  1. nice post....saluuuuuut.
    eh..elaborasi konsep potensi dan kemerdekaan yah kanda .. *andalan* :P

    BalasHapus
  2. kayaknya mi begitu..hahaha

    tapi saya juga nda terlalu yakin..hahahaha

    BalasHapus