Selasa, 10 Agustus 2010

Ekonomi politik dan pertukaran ala Indonesia

sebuah kejadian unik terjadi beberapa hari yang lalu saat saya mengunjungi seseorang dilokasi KKN di
sebuah kabupaten di SUL-SEL. Kejadian unik menurut saya, mengapa karena ketika saya sedang
berjalan menuju desa tempat posko KKN dari teman saya tersebut saya mendapati jalan dibatas antara
satu desa dengan desa yang lain sangat kontras. Mengapa sangat kontras? Karena jalanan pada desa
yang satu sangat bagus. Sebuah jalan dengan pengecoran dan sangat halus. Sedangkan di desa yang
satu lagi jalanannya sudah mengalami kerusakan yang sangat parah.jalanan banyak yang berlubang dan
digenangi air.

Tiba di posko KKN teman saya tersebut, saya bertanya perihal jalan rusak dan jalan yang sangat bagus
diantara dua desa tersebut. Teman saya lalu berkata bahwa desa yang jalanannya bagus tersebut adalah
desa yang mendukung kandidat bupati yang menang dalam pemilukada kemarin dan desa yang
jalanannya rusak tersebut adalah desa yang memilih kandidat yang lainnya. Tertawa sejenak lalu
kemudian saya berpikir. Apakah seperti ini wajah perpolitikan indonesia? Sebuah wajah yang sangat
tidak dewasa dalam berpolitik.

Mungkin saja akan menadi sesuatu yang dimaklumi jika sang pemenang mendahulukan daerah para
konstituennya. Menurut James Buchanan pun demikian dalam sebuah proses transaksi politik sekaitan
dengan penyediaan barang publik. Tetapi yang aneh adalah karena bahan untuk perbaikan jalan sudah
ada, bahkan sudah lengkap tetapi jalanan tersebut tidak diperbaiki sementara jalan di desa sebelumnya
tela selesai diperbaiki. Dan lebih anehnya lagi karena alasan tidak diperbaikinya jalanan tersebut adalah karena desa tersebut tidak menjadi daerah yang secara dominan memilihnya alam proses pemilukada sebelumnya.

Sungguh unik wajah perpolitikan bangsa ini. Mungkin kejadian serupa juga terjadi dibelahan lain dari
negara ini. Dan hal itu seperti sebuah hal yang wajar saja. Padahal jika kita memang berniat untuk
menjadi seorang pemimpin di sebuah daerah, maka yang kita pikirkan bukanlah hanya kesejahteraan
dari para voter kita karena ketika kita ternyata terpilih untuk menjadi pemimpin, maka yang kita pimpin
bukan hanya mereka yang memilih kita tetapi juga mereka yang tidak memilih kita pada proses
pemilukada sebelumnya.

Menurut saya hal tersebut menunjukkan bahwa kita masih belum siap untuk menjalankan sebuah
demokrasi yang ideal dinegara ini. Mengapa? Secara sederhana, proses politik kita masih seperti anak-
anak yang hanya akan baik pada mereka yang kita nilai membela kita dan menjadi musuh bagi mereka
yang tidak berpihak pada kita.

Sebuah cara pandang yang sangat memelihara dan malah memperbesar konflik yang ada dimasyarakat.
Bukanlah sebuah cara pandang yang ideal. Bukankah sebaiknya kita ketika telah menjadi seorang
pemimpin lalu melupakan semua konflik yang telah terjadi sebelumnya dan kemudian berusaha ntuk
menyatukannya kembali. Menjadi pemimpin bagi semua dan bukan bagi sebagian. Itulah seorang
pemimpin.

1 komentar:

  1. keep blogging coiy....
    as so far i know...pemimpin bagi semua belum ada sejarahnya...

    www.zukozen.tk

    BalasHapus