Jumat, 17 Juni 2011

Sandal dan Aspal (pulang)

setelah kemarin sempat posting tentang pergi..maka kali ini giliran pulangnya yang harus ditulis.

tiba di pantai..badan pasti sangant lelah dan penat..maka sejenak singgahlah dan beristirahat. lalu anda akan bertemu dengan beberapa orang pengamen..mulai dari mahasiswa yang sibuk mencari dana untuk kegiatan kemahasiswaannya hingga pengamen yang memang manjadikan ngamen sebagai mata pencaharian hidupnya kodong.

duduk disebuah kafe sambil menikmati kopi dan dan beberapa batang rokok untuk mengembalikan stamina.

setelah cukup terkumpul stamina yang diperkirakan cukup untuk pulang ke tamalanrea, maka mulailah perjalanan pulang itu..perjalanan pulang terasa lebih lama dibandingkan perjalanan pergi..mungkin karena stamina yang telah terkuras sebelumnya pada perjalanan pergi.

dalam perjalan pulang maka anda akan melewati beberapa tempat yang cukup memanjakan mata. dan pada saat yang sama membuat miris karena kesenjangan yang terjadi. beberapa kafe yang siap melayani berbagai macama kelas ada di perjalanan pulang ini. pengamen, anak nongkrong, pengemis, dan anak gaul. sesuatu yang cukup miris untuk dipandangi. diantara mereka yang duduk memamerkan kemampuan finansial mereka terselip anak ingusan dan manula yang harus meminta-minta.

berjalan terus maka anda akan melewati sebuah persimpangan yang jika anda berjalan lurus kedepan, maka wisata syahwat akan tampak dihadapan anda. dan sayangnya perjalanan pulang mengharuskan kami untuk berbelok kekanan. melewati gedung kesenian. tempat beberapa orang seniman berkumpul..ada juga mereka yang mau disebut sebagai seniman. beberapa dapat disebut sebagai seniman politis. seniman yang terbeli oleh kekuasaan.

tak jauh dari gedung itu, sebuah kantor angkuh dengan pria berseragam dan menakutkan tampak banyak berkeliaran didalamnya. sekumpulan aparatur represif pemerintah untuk meredam teriakan lapar masyarakat yang mencoba untuk menuntut haknya. lepas dari titik itu, maka berjejerlah gedung tinggi dan cantik tempat para kapitalis menyimpan dan mengamankan kapital mereka. teringat kasus melinda dee, lalu mulailah perjalanan melewati pusat perbelanjaan. tempat menghabiskan uang. disini saya mendapatkan sebuah pemikiran gila, mengapa kemajuan perekonomian dihitung dari jumlah konsumsi?

lalu berjalan hingga melewati rumah sakit yang anehnya terjepit diantara temapat belanja, mungkin untuk mengobati mereka yang jantungan atau sesak karena tak sanggup membeli sesuatu yang dipajang di etalase pertokoan yang ada di dekatnya. terus keatas dan sampailah disebuah pasar tradisional, sebuah pemandangan yang cukup menyedihkan tampak disini, seorang kakek tertidur disamping sepedanya ditengah malam buta. sepertinya kakek tersebut adalah seorang pedagang keliling yang beristirahat sejenak sambil menunggu datangnya para pedagang dari daerah yang mengantarkan dagangan mereka ke pasar. masih pantaskah kita menyalahkan mereka yang miskin dinegeri ini dengan tuduhan mereka malas berusaha?

terus lagi dan anda akan sampai di sebuah mesjid besar pertama di kota ini. namanya al-markaz, saya tidak pernah bertanya apa artinya, sebuah kenangan yang tertinggal dimesjid ini adalah diusir oleh penjaga mesjid karena saya singgah untuk sejenak beristirahat dari perjalanan saya berjalan kaki dari pantai ke tamalanrea beberapa tahun yang lalu. mesjid akhirnya tak lagi untuk kita semua. hanya untuk mereka yang datang dengan baju gamis dan mungkin sedikit tanda di dahi yang kehitaman akibat banyaknya sujud yang dilakukan.

lama berjalan kemudian kembali fly over yang jadi kebanggaan masyarakat makassar terlihat. kali ini karena keletihan akibat panjangnya perjalanan, maka sebaiknya tidak berpikir untuk naik. lewat bawah saja. melintasi gedung tinggi itu..yang dengan angkuhnya menutupi perumahan yang sangat sederhana dibaliknya. menggeser mereka semakin tersembunyi dari pergulatan kehidupan mereka yang semakin hari semakin tersisihkan.

sebelum sampai di gedung itu, bahkan sebelum melewati fly over ada sebuah gedung besar yang ditempati oleh wakil kita, mereka berlomba untuk menduduki sebuah kursi di dalam. entah apa yang membuat mereka begitu bernafsu untuk itu, mungkin karena uang yang beredar didalam juga sangat banyak. sehingga mereka pun tak ragu untuk menghamburkan uang mereka demi sebuah kursi disana.

berjalan melewati sebuah kampus muslim berwarna hijau. terus melewati gedung tempat pemimpin provinsi berkantor. melewati gedung ini, sebuah rasa sesal kemudian terasa. lahan untuk gedung ini terlalu luas, semetara diluar sana begitu banyak orang yang tak memiliki tempat tinggal dan tak tahu harus tidur dimana. terbesit sebuah harap mungkin saja sebuah khayal, bagaimana jika lahan seluas itu dijadikan saja kompleks perumahan gratis untuk mereka yang tak punya rumah. mungkin akan lebih baik.

saya akan melewatkan cerita tentang perjalanan hingga dekat dengan tamalanrea. tubuh telah benar-benar letih sampai disini, manum perjalanan masih sangat jauh. harapan untuk segera sampai dirumah dan beristirahat terus tersendat oleh istirahat yang semakin sering untuk mencegah pingsan karena kecapaian.

melewati kedai bumi..tempat nongkrong paling setia pada masanya, singgah di depan stmik untuk membeli minuman, dan akhirnya disadari bahwa sepanjang perjalanan telah menghabiskan tiga botol besar air mineral namun tidak mengakibatkan kami terkencing-kencing, mungkin karena keluar lewat keringat.

di depan stmik perasaan sedikit lebih lega karena sedikit lagi kami sampai. terus bertahan dan berbelok masuk ke pintu satu..kembali ke kampus unhas dan tiba di fakultas. istirahat, lalu menghidupkan mesin motor untuk pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar