Minggu, 04 Desember 2011

Maka Bersyukurlah

Tadi sore, tiba-tiba saja bunyi gong terdengar. Hand Phone ku berbunyi, sebuah broadcast message masuk. Saya lupa bagaimana isinya dengan lengkap dan cukup malas untuk membuka kembali Blackberry saya untuk menuliskan kembali disini (bagian awal ini inti sebenarnya adalah mau pamer "saya punya BB oooyy..sombong" hahahaha :-P). tetapi kurang lebih intinya seperti ini, "sebelum Anda mengeluh akan penderitaan, kesusahan, dan kesulitan anda, sebaiknya Anda mengingat bahwa ada orang lain diluar sana yang mengalami penderitaan yang lebih berat, kesulitan yang lebih pelik, kesusahan yang lebih menyedihkan". Terdengar sangat bijak bukan?


Untuk lebih mudahnya, Saya beri contoh dalam kehidupan keseharian Kita. Misalnya, "Bersyukurlah Kamu, karena masih bisa makan hari ini meskipun rasanya kurang lezat, karena di Belahan Bumi yang lain, bahkan bisa jadi di dekat Kita ada orang yang tidak mampu untuk membeli makanan. Bahkan untuk makanan yang tidak enak sekalipun."

Tetapi apakah Kita menyadari sesuatu dibalik rasa syukur itu?

Syukur seperti apa yang Anda rasakan dengan memikirkan hal tersebut? Syukur karena Anda tidak lebih susah dari Mereka. Syukur karena ternyata di Dunia ini, di Belahan Bumi yang lain masih ada orang yang lebih menderita dari Anda. Dan apakah Anda tidak merasa bersalah dengan rasa syukur seperti itu? Jika Anda tidak merasa bersalah, maka Saya akan mempertanyakan kemanusiaan Anda. Mengapa?

Saya  akan menjelaskan pendapat pribadi Saya mengenai rasa syukur yang seperti itu. Sekali lagi tulisan ini adalah pendapat pribadi Saya, terbuka untuk didiskusikan, diperdebatkan, dikritisi, disanggah, dan atau istilah apapun yang lain yang sejenis.

Menurut Saya, rasa syukur yang seperti itu secara tidak langsung telah menyebabkan Kita mensyukuri penderitaan, kesusahan, dan kesulitan orang lain. Mengapa seperti itu? Karena pada saat Kita merasa bersyukur, pada saat yang sama Kita juga sejatinya mengucap syukur untuk penderitaannya yang menyebabkan Kita bisa bersyukur atas nikmat yang Kita rasakan. Misalnya Kita berkata "syukur saya masih bisa makan hari ini, meskipun kurang sedap. Coba lihat si penduduk di Afrika yang kelaparan, berhari-hari tanpa makanan." Bukankah pada saat itu sebenarnya kita mengucap syukur bahwa dengan adanya orang-orang Afrika yang kelaparan tanpa makanan, maka saya bisa menyukuri makanan yang kurang lezat ini. Secara kasar dapat diungkapkan seperti ini, "syukur ada kalian yang kelaparan, sehingga saya tidak terlalu merasa menderita dengan makan makanan yang kurang lezat ini". Bagaimana rasanya mendengar kalimat yang barusan? Menyedihkan yah.!

Jika ada rasa sedih yang terasa, maka itulah yang Saya maksud dengan menuliskan hal ini. Saya merasa bahwa cara Kita dididik untuk bersyukur itu sedikit bermasalah. Mungkin sebagian  orang akan berkata, "untuk mereka yang baru belajar bersyukur, hal itu boleh-boleh saja". Tetapi untuk pernyataan seperti itu, maka Saya akan menjawabnya, kalau sejak awal Kita dilatih untuk bersyukur seperti itu, maka hal tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan yang malah sulit untuk diubah.

Syukur yang tulus adalah syukur yang mewujud tanpa pengaruh dari keadaan orang lain. Bahkan seandainya Anda adalah orang yang paling menderita  di Muka Bumi ini, Anda masih tetap bisa bersyukur bukan? Tetapi jika menggunakan logika berpikir diatas, dimana rasa  syukur Kita  bersandar pada kondisi orang lain, maka bukankah orang yang paling menderita di Muka Bumi ini tak mungkin bisa bersyukur.

Maka syukur yang di sandarkan pada keadaan orang lain, menurut Saya adalah syukur yang semu. Bukan syukur yang tulus  kepada DIA Sang Pemberi Rahmat.

Selamat bersyukur dengan tulus kepada Kita semua.

nb: Tulisan ini adalah pengingat bagi diri saya yang masih sering bersyukur dengan syukur yang semu, bahkan terkadang lupa bersyukur.
source gambar: disini

1 komentar: