Selasa, 27 April 2010

Sinetron, baikkah untuk ditonton?

Pernah dengar atau mungkin pernah menonton bahkan menjadi seorang pecandu sinetron? Sinetron atau sinema elektronik yang pada awalnya digagas oleh anwar fuadi dan kawan-kawan saat ini telah menjadi sebuah entitas tanda bagi tontonan masyarakat Indonesia. Dengan niatan awal untuk menjadi hiburan bagi masyarakat Indonesia yang pada awalnya kurang merespon positif kehadiran bioskop sebagai tempat menonton film.


Sinetron sebagai sebuah hiburan bagi masyarakat Indonesia ini kemudian berkembang menjadi sebuah konsumsi harian bagi masyarakat Indonesia. Menurut Sigmund freud, sesuatu yang kehadirannya terus diulang-ulang akan masuk kealam bawah sadar kita dan menjadi sesuatu yang mempengaruhi gerak alam sadar kita. Mentalitas kita menjadi mentalitas sinetron. Hal ini tidak salah jika kualitas sinetron yang menjadi konsumsi harian kita tersebut memiliki kualitas yang baik sehingga mentalitas kita pun akan semakin baik.

Yang menjadi masalah kemudian adalah ketika konten atau isi dari sinetron tersebut malah mengajarkan kita untuk menjadi semakin buruk dalam hal moralitas kita dan perilaku kita. Bisa kita lihat dari konten atau muatan dari sinetron itu sendiri dimana kejahatan dan kekerasan menjadi konten utama dalam hamper setiap adegannya. Dimulai dari kekerasan fisik sampai pada kekerasan simbolik. Belum lagi pengajaran tentang moral negative yang hadir dalam setiap episodenya.

Bagi sebagian orang akan berkata bahwa hal itu menjadi pelajaran dengan metodologi negative bagi kita. Masalahnya kemudian adalah bahwa otak kita tidak mengenal respon negative. Misalnya saja perintah jangan, tidak, tidak boleh, dan perintah negative lainnya. Karena secara hakiki perintah negative tersebut adalah ketiadaan. Jika saya perintahkan untuk jangan memikirkan rokok, maka secara otomatis, otak kita merespon pikiran kita dengan memikirkan rokok pada awalnya lalu kemudian dialihkan pada yang lain. Secara nyata terlihat bahwa perintah negative tidak bisa mempengaruhi pikiran kita. Tetapi justru mengarahkan pikiran kita kearah itu.

Contoh nyata dalam sinetron yang kita tonton, ada sinetron dimana tokoh protagonisnya mengalami kondisi hamil diluar nikah. Maka akal kita akan merespon dua hal. Pertama sebagai tokoh protagonist kita akan mengetahui bahwa dia adalah sosok yang baik. Kedua dia hamil diluar nikah. Maka dialam bawah sadar kita akan tersimpan pengetahuan bahwa hamil diluar nikah itu baik. Karena hamil diluar nikah itu melekat pada tokoh protagonisnya. Selain itu tokoh antagonis yang setiap hari melakukan kejahatan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya akan menjadi pengetahuan bawah sadar kita bahwa hal tersebut lumrah untuk dilakukan karena setiap hari kita disuguhi pengetahuan yang seperti itu. Maka hasilnya, dalam kehidupan keseharian kita, secara tidak sadar pengetahuan itulah yang menjadi salah satu factor penggerak dalam perilaku kita.

Meningkatnya tingkat kejahatan dinegara kita, bisa jadi salah satu penyebabnya adalah sinetron yang kita tonton. Yang setiap harinya menyuguhi kita dengan tontonan yang mengarahkan pikiran kita secara tidak sadar menuju kearah kejatuhan moral bangsa. Oleh karena itu sudah saatnya kita menuntut tontonan yang berkualitas dan meningkatkan moral bangsa. Tentunya kita masih ingat dulu pernah kita menyaksikan tontonan serupa keluarga cemara sebagai salah satu contoh tontonan yang berkualitas. Saat ini adalah saat dimana kita harus menuntut agar tontonan kita lebih berkualitas lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar